Dermaga Hati

yyyaaaaah daripada banyak melamun,berharap ridho-Nya dan selalu memperbaiki akhlak,aqidah dan ketauhidan hamba ini yg masih kurang bersyukur dan masih menduakan-Nya. "jangan menyebarkan ilmu yang bertujuan agar manusia membetulkanmu dan menganggap baik kepadamu, akan tetapi sebarkanlah ilmu dengan tujuan agar Allah swt. Membenarkanmu"(Syekh Abul Hasan Asy-Syadzili r.a.)

Thoriqoh alawiyyah




Thoriqoh Alawiyyah
saya akan menukilkan sedikit tentang penjabaran mengenai thoriqoh alawiyyah yang saya terjemahkan dari ucapan habib Abdurrahman bin Abdullah bin Ahmad Bilfaqih Ba Alawi. Semoga bermanfaat, Habib Abdurrahman bin Abdullah bin Ahmad Bilfaqih Ba Alawi berkata: "Ketahuilah, sesungguhnya thoriqoh Bani Alawi (alawiyyah) merupakan salah satu thoriqoh kaum sufi yang asasnya adalah ittibâ' (mengikuti) Quran dan sunah, puncaknya (intinya) adalah sidqul iftiqôr (benar-benar merasakan kebutuhan kepada Allah) dan syuhûdul minnah (menyaksikan bahwa segala sesuatu merupakan karunia Allah semata). Thoriqoh ini mengikuti manshûsh (nash Quran dan Hadits) dengan cara khusus dan menyempurnakan semua dasar (ushûl) untuk segera mencapai puncak kedekatan dengan Allah (wushûl).
Jadi thoriqoh Bani Alawi lebih dari sekedar mengikuti Quran dan Sunah secara umum dengan mempelajari hukum-hukum zhohir. Pokok bahasan ilmu ini sifatnya umum dan universal, sebab tujuannya adalah untuk menyusun aturan yang juga mengikat orang-orang bodoh dan kaum awam. Karena tidak diragukan, bahwa kedudukan manusia dalam agama berbeda-beda. Oleh karena itu diperlukan ilmu khusus untuk orang-orang khusus, yakni ilmu yang menjadi pusat perhatian kaum khowwash (orang-orang yang telah mencapai kedudukan tinggi di sisi Allah) yaitu: ilmu yang membahas hakikat takwa dan perwujudan ikhlas. Demikian itulah jalan lurus (shirôthol mustaqîm) yang lebih tipis dari sehelai rambut dan lebih tajam dari pedang.
Sesungguhnya ilmu tasawuf tidak cukup disampaikan secara umum, bahkan setiap bagian darinya perlu didefinisikan secara khusus. Demikian itulah ilmu tasawuf, ilmu yang merupakan jalan kaum sufi untuk mencapai Allah Ta'âlâ. Zhohir jalan kaum sufi adalah ilmu dan amal, sedangkan batinnya adalah kesungguhan (sidq) dalam ber-tawajjuh (menghadapkan diri) kepada Allah Ta'âlâ dengan mengamalkan segala perbuatan yang diridhoi-Nya dengan cara yang diridhoi-Nya. Semua ini adalah perbuatan yang mencakup segala akhlak yang terpuji dan mencegah dari semua perbuatan yang hina. Sedangkan puncak dari semua ini adalah qurb (kedekatan) bersama Allah, dan fath (pembukaan spiritual). Thoriqoh ini adalah ilmu dan amal, dan mendalami sirr (rahasia spiritual), maqom (kedudukan spiritual), dan ahwal (keadaan-keadaan spiritual), yang di dapat dari rijal (orang-orang besar yang mencapai kedudukan tinggi) dan dari rijal (sampai ke Nabi SAW) dengan sungguh-sungguh, dzauq (cita rasa spiritual), perbuatan dan interaksi, sesuai dengan pembukaan, keutamaan dan pemberian dari Allah SWT. Seperti yang telah aku sebutkan dalam bait-bait pada kitab Rasyafat (kitab karangan beliau al-habib Abdurrahman bin Abdullah bin Ahmad Bilfaqih Ba Alawi): Sesiapa yang mengetahui setiap ilmu tetapiia tak memiliki cita rasa spiritual, maka ia adalah seorang yang lalai dan lelap dalam tidurnya
Takutlah pada keadaan ini (keadaan di atas), layaknya seorang yang kebingungan ketika menghadapi ancaman maut dan segala yang menakutkan
Mencapai semua itu dengan curahan karunia Ilahi atau fath setelah usaha sungguh-sungguh, bukan dari riwayat yang disampaikan makhluk dan buku, juga bukan dari tutur kata manusia.
Beruntunglah orang yang tlah memiliki persiapan dan hatinya bebas dari perbudakan selain-Nya Petunjuk `kan menetap di benaknya Ia pun `kan rasakan tetesan demi tetesan makrifat
Sungguh setetes (makrifat) dari gelas yang terjaga `kan memenuhi taman hati dengan berbagai ilmu, dan melindungi pemahaman dari keraguan serta membebaskan akal dari segala belenggu
Jika engkau telah memahami ucapanku, maka Ketahuilah, bahwa thoriqoh Bani Alawi susunannya dengan methode di atas, yaitu: zhohir-nya adalah ilmu-ilmu agama dan amal, sedangkan batinnya adalah mendalami berbagai maqôm dan ahwâl. Adab thoriqoh ini adalah menjaga asrôr (rahasia spiritual), dan timbul kecemburuan (marah) jika asrôr tadi diungkapkan. Jadi, zhohir thoriqoh Bani Alawi adalah ilmu dan amal di atas jalan lurus sebagaimana dijelaskan oleh Imam Ghozali. Dan bathin thoriqohnya adalah mendalami hakikat dan pengesaan dalam tauhid sebagaimana dijelaskan dalam thoriqoh Syadziliyah.
Ilmu Bani Alawi adalah ilmu kaum (sufi) dan ciri khas mereka adalah menghapus segala ciri khas (seperti memiliki baju khusus atau gerakan-gerakan khusus dll). Mereka mendekatkan diri kepada Allah dengan semua amal. Mereka juga mengikat perjanjian ('ahd), mengucapkan talqîn, mengenakan khirqoh, menjalani kholwat, riyâdhoh, mujâhadah, dan mengikat tali persaudaraan. Mujâhadah terbesar mereka adalah penyucian hati, persiapan untuk menghadang karunia-karunia Ilahi dengan menempuh jalan yang lurus, dan mendekatkan diri kepada Allah Ta'âlâ dengan menjalin persahabatan dengan orang-orang yang memiliki petunjuk (ahlil irsyâd).
Dengan penghadapan diri yang sungguh-sungguh, Allah pasti akan memberikan karunia-Nya. Dan dengan perjuangan yang sungguh-sungguh Allah pasti akan memberikan fath. Allah berfirman:
"Dan orang-orang yang berjuang untuk (mencari keridhoan) Kami, pasti akan Kami tunjukkan (kepada mereka) jalan-jalan Kami. Dan sesungguhnya Allah benar-benar bersama orang-orang yang suka berbuat baik." (QS Al-Ankabut, 29:69)
Asal-usul thoriqoh Bani Alawi berasal dari thoriqoh Madîniyyah, yakni thoriqoh Syeikh Abu Madyan Syu'aib Al-Maghrobi. Sedangkan pusat dan sumber hakikat thoriqoh Bani Alawi berasal dari Al-Fardu Al-Ghauts Syeikh Al-Faqih Al-Muqoddam Muhammad bin Ali Ba Alawi Al-Huseini Al-Hadhromi.
Thoriqoh ini diturunkan oleh orang-orang saleh yang memiliki maqômât dan ahwâl, dan merupakan thoriqoh tahqîq (pengamalan dan pembuktian), dzauq dan asrôr. Oleh karena itu, mereka memilih bersikap khumûl, menyembunyikan diri, dan tidak meninggalkan tulisan tentang thoriqoh ini. Mereka mengambil sikap demikian sampai di zaman Alaydrus (Habib Abdullah Alaydrus bin Abubakar As-Sakran) dan adik beliau Syeikh Ali (bin Abubakar As-Sakran) mereka baru menulis buku. Karena semakin banyak dari bani Alawi yang melakukan perjalanan, maka ruang gerak (Alawiyin) semakin luas. Yang dekat dapat saling berhubungan, tapi tidak demikian halnya dengan yang jauh. Karena itu dibutuhkan usaha untuk menyusun buku dan memberikan penjelasan. Alhamdulillâh, muncullah beberapa karya yang melapangkan dada dan menyenangkan hati, seperti: Al-Kibrîtul Ahmar, Al-Juz-ul lathîf, Al-Ma'ârij, Al-Barqoh, dan karya-karya lain yang cukup banyak dan masyhur.
Hingga akhir yang diucapkan oleh Habib Abdurrahman bin Abdullah bin Ahmad Bilfaqih Ba Alawi, saya akhiri di sini karena petunjuk beliau masih panjang dan luas, mudah-mudahan yang sedikit ini bermanfaat untuk kita semua di dunia dan akhirat kelak amin.
al-thurob

Dikutip : huttaqi.com

1 comments:

Anonymous said...

Mohon izin copas